
Sering ditemukan pada ♀ usia reproduksi (20-25%).
Kejadiannya lebih tinggi pada usia diatas 35 tahun. (± 40%).
Seringkali asimptomatik (tanpa gejala)
Mioma dapat berhenti tumbuh/mengecil setelah menopouse
Bila terjadi mutasi sel->tumor
REPUBLIKA.CO.ID,Perempuan kadang kurang atau bahkan tidak faham tentang kanker serviks. Padahal di Indonesia kanker serviks menjadi pembunuh nomer satu.
Data 2002 menunjukkan, dari 13 pusat patologi di Indonesia kanker serviks menjadi killing machine nomor wahid. Kanker mulut rahim, menempati 25 persen dari 10 jenis kanker terbanyak yang menyerang laki-laki dan perempuan. Sedangkan pada perempuan kanker ini memiliki presentase 26,4 persen dari 10 jenis kanker yang menyerang.
Hal ini mengindikasikan perempuan Indonesia setiap jam meninggal karena kanker serviks. Di dunia setiap dua menit wanita meninggal karena kanker ini. Diperkirakan kanker serviks membunuh 270.000 wanita tiap tahunnya.
Kanker ini disebabkan serangan Human Papilloma Virus (HPV). Biasanya menyerang wanita usia produktif, kira-kira tiga puluh sampai lima puluh tahun. HPV tipe 16 dan 18 adalah penyebab 70 persen kanker serviks di Indonesia dan dunia.
Kanker serviks menyerang leher rahim yang merupakan bagian terendah dari rahim. Serangan dimulai dari leher rahim ke uterus (rahim) kemudian mencapai vagina. Dari organ ini terus menyebar ke bagian lain bila tidak diobati.
Penyakit ini menular melalui kontak kulit kelamin. Infeksinya bersifat menetap dan tidak bisa hilang dengan sendirinya. Kebanyakan wanita tidak merasa terkena kanker ini. Mayoritas wanita baru sadar ketika serangan sudah mencapai stadium tinggi.
Alkisah, ada seorang petani tersesat di sebuah hutan. Ia sudah berusaha mencari jalan keluar dari hutan tersebut, tetapi selalu gagal. Ketika energinya sudah benar-benar terkuras, tiba-tiba ia dihadang seekor singa yang sedang lapar.
Dalam keadaan yang sangat terjepit, tak ada tenaga dan tak tahu jalan keluar, petani itu hanya dapat mengingat Tuhannya. Ia segera menengadahkan kedua tangan untuk berdoa. Ia sangat berharap akan ada keajaiban yang membebaskan dirinya dari celaka.
Pada saat yang bersamaan, singa itu menengadahkan dua kaki depannya dan berdo’a. Sang petani heran dan berbisik dalam hati,“Apakah singa ini berdo’a agar dimaafkan kesalahannya?” Padahal sebenarnya singa itu sedang berdoa, “Ya Tuhanku, terima kasih atas kemurahan hati-Mu. Hari ini Engkau telah menyediakan santapan yang begitu lezat untukku!”
Pesan:
Jangan terlalu cepat membuat asumsi karena mengandung resiko kesalahan yang besar, dan itu sangat membahayakan diri kita. Petani itu terlalu cepat berasumsi bahwa binatang singa tidak akan memakannya. Padahal sebaliknya, singa adalah binatang buas yang sedang berterima kasih kepada Tuhannya dan bersiap menyantap sang petani.
Keputusan untuk mengikuti asumsi yang keliru tak ayal akan menyebabkan sang petani celaka. Ia justru tetap berada di tempat, menunggu detik-detik celaka benar-benar menyergapnya. Bagaimanapun juga seharusnya ia berlari kencang atau mencari cara lain untuk melarikan diri. Tetapi kita tentu maklum dalam keadaan yang bingung, takut, sekaligus pasrah seperti yang dialami oleh sang petani sangat kecil kemungkinan ia dapat berasumsi dengan tepat.
Sama seperti kehidupan kita sehar-hari, jangan pernah membuat kesimpulan dalam keadaan diri kita sedang labil, misalnya bingung, putus asa, marah, kecewa, cemburu ataupun sedang mengalami perasaan tidak nyaman lainnya. Dalam keadaan diri kita sedang labil, sangat mungkin asumsi kita keliru dan mendorong suatu tindakan yang membahayakan diri kita. Begitupun bila kita melihat tingkah laku ataupun perkataan orang lain, jangan terburu-buru membuat kesimpulan bahwa orang itu baik atau buruk.
Pada dasarnya membaca isi hati atau pikiran seseorang tidaklah semudah membaca cerita bergambar. Kesimpulan yang keliru akan menguras energi, yang seharusnya bisa kita manfaatkan untuk berkreasi, berkarya atau menciptakan perubahan positif lainnya. Lebih dari itu, tindakan yang keliru sangat mudah memicu ketegangan, perselisihan, demo, pengrusakan dan bahkan peperangan.
Tetapi bukan berarti kita harus takut untuk segera membuat keputusan berdasarkan kesimpulan-kesimpulan yang telah kita dapatkan. Kita akan mendapatkan keuntungan yang jauh lebih besar bila kita juga berkemauan untuk mempertanggung jawabkan atau mengoreksi kembali segala kesimpulan yang telah kita ciptakan. “Incorrect assumptions lie at the root of every failure. Have the courage to test your assumption. – Asumsi atau kesimpulan yang keliru merupakan penyebab utama dari setiap kegagalan. Oleh sebab itu jangan pernah takut untuk mengoreksi kembali apakah kesimpulan yang telah kita ciptakan itu benar ataukah tidak,” terang Brian Tracy.
Berhati-hatilah dalam menciptakan suatu kesimpulan. Andaikan masih terdapat kesalahan, kita harus dapat belajar dari kesalahan itu agar lebih berhati-hati dalam langkah selanjutnya. “Success is the result of good judgement, good judgement is a result of experience, experience is often the result of bad judgement. – Sukses berasal dari kesimpulan yang tepat, kesimpulan yang tepat berasal dari pengalaman, pengalaman seringkali berasal dari kesimpulan yang keliru,” jelas Socrates.
Kita bisa banyak belajar dari proses untuk mengendalikan sifat-sifat atau pemikiran kita yang negatif. “I have learned throughout my life as a composer chiefly through my mistakes and pursuits of false assumptions, not by my exposure to founts of wisdom and knowledge. – Saya telah belajar dari kehidupan ini sebagai seorang pencipta lagu, balajar lewat kesalahan dan kesimpulan keliru yang pernah saya lakukan, tidak belajar dari pengalaman saya telah menciptakan suatu keputusan yang mengandung kebijaksanaan ataupun pengetahuan,” terang Igor Stravinsky. Belajar dari kesalahan adalah satu langkah yang paling bijaksana untuk dapat memaknai segala bentuk pesan dengan tepat, misalnya pesan yang berasal dari ucapan, pergerakan mata, badan, intonasi suara, ekspresi dan emosi lawan bicara ataupun dari setiap gejala yang ada.
diambil dari http://www.andrewho-uol.com/articles_tni.html
lendir berwarna putih keabuan /
keruh / kekuningan, berbau amis,
disertai rasa gatal / panas terbakar.
lendir berwarna putih susu,
sangat kental & bergumpal
(seperti kepala susu), sering
sertai rasa gatal & kemerahan
di vagina.
•Trichomonas : lendir sangat
banyak & encer, berwarna kuning
kehijauan, berbuih, disertai rasa
gatal & bau tak sedap.
•Infeksi Gonorrhea atau Chlamydia :
lendir berwarna kehijauan atau kekuningan.
Ada beberapa solusi yang bisa dilakukan :
JAKARTA, KOMPAS.com - Kanker serviks atau kanker leher rahim saat ini masih menjadi momok menakutkan bagi perempuan. Betapa tidak, setiap hari ada satu perempuan meninggal akibat kanker ini. Hal itu diperparah dengan masih minimnya pengetahuan masyarakat, khususnya perempuan Indonesia tentang kanker serviks.
Demikian disampaikan Laila Nuranna SpOG dari Divisi Onkologi Ginekologi Departemen Obstetri Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dalam acara Gerakan Perempuan Melawan Kanker Serviks, di Gedung Pertamina, Kamis, (6/10/2011).
Data patologi di beberapa rumah sakit di Indonesia menunjukkan, kejadian kanker serviks merupakan kanker terbanyak pada perempuan. Selain angka kasusnya tinggi, hampir 70 persen kasus ditemukan dalam keadaan stadium lanjut.
"Kami mengakui, pemahaman masyarakat masih rendah. Dari data, hanya 2 (dua) persen masyarakat yang paham tentang kanker serviks. Dan perlu diusahakan upaya sosialisasi terus menerus kepada masyarakat sehingga pengetahuan mereka meningkat," ucapnya.
Laila mengatakan, mengingat masih tingginya angka kasus serta kematian pada penderita kanker serviks dan kenyataan bahwa sebagaian besar kasus ditemukan pada stadium lanjut, maka program yang seharusnya segera dilaksanakan adalah pencegahan dan deteksi dini atau skrining.
Menurutnya, masih banyak wanita di Indonesia yang enggan melakukan deteksi dini kanker serviks baik dengan metode Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) atau PAP Smear dikarenakan takut terinfeksi dan menganggap pemeriksaan itu menyakitkan.
"Kita harus mencitakan dan secara konsisten mengingatkan bahwa pemeriksaannya tidak sakit. Ini perlu dijelaskan betapa pentingnya skrining ketimbang harus sampai ada keluhan," paparnya.
Laila menambahkan, sejauh ini cakupan skrining kanker serviks di DKI Jakarta masih sangat rendah yakni tidak lebih dari 10 persen. Sedangkan untuk seluruh Indonesia, cakupan skrining kanker serviks belum melebihi 5 persen.
"Siapa saja bisa terkena kanker serviks. Jadi sebelum terlambat, segera lakukan upaya deteksi dini baik dengan IVA atau PAP Smear. Untuk pencegahan bisa dengan vaksinasi HPV bagi yang memang mampu," tandasnya.